Halaman

Awal Mula Kedatangan Transmigran Jawa ke Lampung


Rabu, 27 November 2013 11:58 wib


Para kolonis diangkut dari Telukbetung menggunakan KA (Dok: KITVL Belanda)
BANDARLAMPUNG - Di masa lalu, Lampung termasuk salah satu provinsi
yang dijadikan tujuan perpindahan penduduk dari Jawa. Gelombang kedatangan
penduduk dimulai pada 1905-an oleh Pemerintah Hindia Belanda dan dinamakan
kolonisasi.
Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(FKIP) Universitas Lampung (Unila), Wakidi, menjelaskan, gelombang pertama
kolonisasi itu berasal dari Bagelan yang berada di Keresidenan Kedu (sekarang
kecamatan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah).
Menurut Wakidi, ihwal kolonisasi berdasarkan tingkat kepadatan penduduk di
Pulau Jawa. Pada awal abad XX, Pulau Jawa terbagi menjadi 21 karesidenan
dengan kepadatan penduduk rata-rata 231 jiwa setiap kilometer per segi.
Sedangkan, rata-rata kepadatan penduduk Kedu telah mencapai 425 jiwa
per kilometer per segi.

”Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah Hindia Belanda membuat kebijakan
pemindahan penduduk di dalam Karesidenan Kedu pada November 1905.
Sekira 155 kepala keluarga diberangkatkan ke Keresidenan Lampung.
Tetapi hari apa dan tanggal berapa,itu yang masih menjadi tanda tanya.
Beberapa buletin Belanda cuma menyebutkan bulannya saja," jelasnya.

Kolonisasi dari Kedu hingga Lampung dipimpin langsung Asisten Residen
Banyumas, HG Heyting. Ia juga merupakan pejabat Pemerintahan Hindia
Belanda. Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Disnakertrans) Provinsi Lampung, 155 KK yang mengikuti kolonisasi
terdiri dari 815 jiwa.

Waktu perjalanan menuju Lampung tidak sebentar. Sebab, sarana maupun
teknologi transportasi saat itu masih terbatas. Rombongan memulai perjalanan
menumpang kereta api menuju Batavia (sekarang Jakarta) kemudian menempuh
jalur laut dari Pelabuhan Tanjung Priok ke Pelabuhan Telukbetung menggunakan
kapal uap.

”Dulu itu Pelabuhan Lampung di Telukbetung. Lokasi sekarang di Gudang Lelang,
Sukaraja. Pelabuhan Panjang yang ada sekarang baru dibuka tahun 1912,” terangnya.

Sebenarnya, rombongan kolonisasi sempat menolak dipindah ke Lampung. Alasannya,
saat itu muncul pemberitaan miring di media massa tentang provinsi yang berada di
ujung selatan Sumatera itu.

”Dulu (sebelum berangkat), mereka takut dimakan gajah dan harimau. Dua binatang
itu terkenal karena pemberitaan buletin-buletin Belanda. Kalau datang ke Lampung,
bisa dimakan gajah sama harimau,” ucap pria yang tesisnya mengulas tentang kolonisasi itu.

Untuk membuat nyaman, para kolonis mengusulkan agar tempat tinggal baru mereka
dinamakan dengan nama wilayah yang sebelumnya mereka tinggali di Jawa. Usul itu pun
disetujui Pemerintah Hindia Belanda.

”Oleh sebab itu, banyak nama daerah di Lampung yang sama dengan nama daerah di
Pulau Jawa. Dari situ bisa kita perkirakan asal muasal penduduk di situ, misalnya Pekalongan,
Way Jepara, ataupun Bagelan," terangnya.

Burhanuddin, salah seorang pengurus Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL),
mengatakan, kedatangan rombongan kolonisasi ke wilayah-wilayah yang sepi penduduk
di Lampung kala sedikit banyak menyebabkan terjadinya percampuran budaya.

“Pada dasarnya karakternya memang berbeda. Namun, tidak menjadi masalah yang
berarti," katanya.

Perkenalan dengan budaya baru, tambah Burhanuddin, justru makin memperkaya budaya
lokal Lampung sendiri. Akulturasi budaya terjadi dengan sendirinya.

“Secara pribadi, saya bisa berbahasa Jawa, bahkan yang halus sekali pun. Begitu juga
dengan orang Lampung lainnya. Semua terjadi begitu saja karena pergaulan,” tuturnya.
(ton)
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Awal Mula Kedatangan Transmigran Jawa ke Lampung"

Posting Komentar